Tags

, , , ,

Tiga hari ini timeline twitter dan newsfeed facebook saya penuh dengan share link berita tentang isu pelarangan jilbab oleh menteri BUMN Rini Soemarno dalam lingkungan kementrian BUMN. Hujatan, caci maki, tuduhan kafir, antek zionis dan lain sebagainya mengalir deras di tujukan kepada sang menteri serta para pemimpin negeri ini. Tak jarang saya menemukan tweet serta update status yang berdoa agar Tuhan segera menjatuhkan azab karena menganggap para pemimpin yang berkuasa kini sangat zalim dan lalim.

Media-media online tak bertanggung jawab yang tumbuh subur pasca pemilu pun mendapat “santapan besar”. Mereka berlomba-lomba menjadikan isu pelarangan jilbab sebagai headline. Dengan nada provokatif mereka menulis memakai bahasa nyinyir penuh penghakiman tak lupa ditambahi bumbu sana sini agar berita tersebut makin terlihat “seksi” dan kian digemari oleh para “hater” pemerintahan sah negeri ini. Mereka sepertinya lupa dengan asas jurnalisme yang harusnya cover both story. Tanpa konfirmasi. Tanpa investigasi.

Dan bisa di pastikan betapa hebohnya polemik ini di dunia sosial media.

Awalnya saya tak begitu menggubris kasus ini mengingat yang men-share link berita dan update status adalah mereka yang kesehariannya memang hobi menyalurkan kemarahan dan energi negatif di ranah maya. Saya memang sudah lelah melihat kelakuan kekanak-kanakan dari orang-orang yang tidak mau move on dari pemilu.

Akan tetapi, karena sepertinya isu ini makin bergulir panjang dan liar saya tergelitik untuk menulis apa yang sebenarnya terjadi. Ok, let me clear before I tell you more. Pertama, saya bukan fans boy Jokowi. Saya memang memilih Jokowi di pemilu lalu, tapi saya bukan tipikal yang menganggap apa yang Jokowi lakukan selalu benar. Bisa di cek di blog ini serta account sosial media saya. Kedua, saya muslim dan dari keluarga muslim serta pernah ikut Rohis saat sekolah jadi gak usah nanti komen penuh sentimen agama terhadap saya. Ketiga, saya bukan antek Rini Soemarno dan saya tidak di bayar untuk menjelaskan hal ini. Clear? Lets talk about isu pelarangan jilbab yang ramai di pergunjingkan.

Jadi, awal mula isu ini adalah upload foto yang di lakukan oleh , seorang psikolog yang sedang melakukan rekrutmen calon pegawai frontliner yang katanya dari salah satu perusahaan di lingkungan kementrian BUMN.

Upload foto di twitter @estiningsihdwi

Upload foto di twitter @estiningsihdwi

Untitled5

Tak lama kemudian jadi obrolan seru penuh kemarahan

Untitled7

Koran Non Stop akhirnya menjadikan foto serta percakapan ini sebagai headline berita mereka. Dan, berita ini jadi viral di sosial media di ikuti oleh media-media online lainnya.

IMG_2267

Headline Pelarangan Jilbab dari Koran Non Stop

Headline Pelarangan Jilbab dari Koran Non Stop

Oh c’mon peoples, kalau kita baca artikelnya disini masak iya sih kalian percaya dengan berita yang isinya hanya kutipan dari twitter? Apakah ada konfirmasi ke Rini Soemarno? Tidak ada! Apakah ada investigasi mengenai foto yang di upload oleh ? Juga tidak ada? Dan lihat judulnya yang sangat provokatif. Masihkah kita percaya sama jenis media seperti ini? Ini baru satu koran, belum lagi media-media pesanan politik lainnya yang memang punya kecenderungan untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi.

Malam ini,  membuat klarifikasi

Klarifikasi @estiningsihdwi via twitter

Klarifikasi @estiningsihdwi via twitter

Namun sayang, viral headline Non-Stop kadung menyebar seantero jagad dunia maya. Hanya sedikit dari orang-orang yang terlanjur menyebar link berita mau memuat klarifikasi @estiningsihdwi. Dan sampai blog ini di tulis, baru detikcom yang menurunkan berita klarifikasi terhadap isu ini.

Klarifikasi di detik.com

Klarifikasi di detik.com

Well, jujur sebenarnya saya tidak sedang membela pemerintahan Jokowi. Tapi saya sedang melawan orang-orang yang suka kritik asal-asalan, mereka yang tak pernah bisa menjelaskan hubungan sebab-akibat dengan benar dan hanya ingin nyinyir saja dengan pikiran-pikiran sesat tanpa nalar.

Saya fair, jika Jokowi dan menteri-menterinya salah mari kita kritik bersama-sama. Banyak kok amunisi kritik untuk Jokowi. Tidak melulu tentang sektarian, anti islam dan personal attack. Soal pembebasan Pollycarpus misalnya, atau pengusutan tuntas akan peristiwa “Papua Berdarah” beberapa hari yang lalu, atau janji beliau tentang komposisi menteri yang dijamin bukan “politik transaksi” serta kritik yang lebih bermutu lain sebagainya.

Ditengah menjamurnya web berita online, sudah seharusnya memang kita bijak menyikapinya. Think before posting! Think before sharing! Jangan cuma pengen nyinyir dan keliatan eksis serta kritis lantas semua aja mau dihantam. Yeah, we should know what we are talking about. So, Gunakan nalar!